Sunday, February 23, 2014

Protes Terhadap Allah SWT



Dengan dengus nafas ngos-ngosan,
lelaki bertubuh tambun itu memasuki
kedai Cak San. Ia memesan air putih dua
gelas besar, untuk mengusir dahaganya.
Rupanya pagi yang dingin itu, tidak
mampu menyelimuti kegerahan dadanya.
"Dari mana Mas, kok seperti dikejar
harimau?"
Sembari menegak dua gelas air putih,
lelaki itu masih juga belum menjawab
pertanyaan Pardi.
"Jangan tanya dari mana pada saya.
Tapi saya harus bertanya lebih dulu
kepada anda-anda di sini, kemana itu
Kang Soleh? Saya ingin bikin
perhitungan dengan dia....!"
Mendengar gertakan si gendut itu,
penghuni kedai kopi cukup terhenyak.
Ada apa gerangan Kang Soleh dikejar
manusia heboh seperti dia ini. Apa Kang
Soleh punya hutang, punya kesalahan,
atau ada bratayudha antara Kang
Soleh dengan orang ini? Nggak jelas.
"Sebentar lagi juga datang Pak, sabar
sebentar," sahut Dulkamdi.
"Ya, saya ingin minta
pertanggungjawabannya!"
"Wah, pertanggungjawaban apa Pak,
kok kelihatannya penting sekali," timpal
Pardi memberanikan diri mengorek
masalah orang itu.

"Tanggungjawab Ketuhanan...!"
"Lhadalah! Kang Soleh p[asti bikin ulah
lagi!"
"Ya, ia telah membikin saya jadi uring-
uringan dengan diri saya sendiri,
bahkan kalau perlu Pintu Allah akan
saya gedor-gedor, lalu saya mau bikin
protes kepadaNya."
Weleh-weleh, Pardi, si Tambun ini pasti
agak tidak waras. Masak Tuhan diprotes,
memang dia ini lahir ke dunia atas
kehendaknya sendiri, lalu dibantu Tuhan
itu atau bagaimana?
Belum juga tuntas imajinasi Pardi, Kang
Soleh memasuki kedai itu. Dengan gaya
agak acuh, ia mengambil sisi pojok
seperti biasanya, sambil berdehem-
dehem. Rupanya si Tambun itu juga
belum kenal siapa Kang Soleh,
bagaimana prejengannya. Serentak
Pardi menyapa Kang Soleh, lalu si
Tambun itu berdiri bersungut-sungut
mendekati Kang Soleh. Ia
memperkenalkan dirinya, lalu duduk di
sebelahnya.
"Maaf Kang. Menurut saya Allah itu
tidak adil. Kenapa saya melakukan usaha
yang benar, ikhtiar yang halal, kerja
keras, dan begitu hendak memetik
hasilnya, malah saya ditipu oleh kawan
saya yang ongkang-ongkak sejak dulu.
Dan saya tidak mau menjelaskan lebih
jauh, kasus yang seperti saya alami ini.
Sebab banyak orang bener di dunia ini,
malah bernasib tragis. Jadi mana
keadilan Ilahi itu? Apa saya salah kalau
saya protes kepada Tuhan?" kata si
Tambun nerocos tanpa rem.
"Anda benar. Allah memang tidak adil!'
jawab Kang Soleh.
Seluruh kedai itu sepertinya mau runtuh
mendengar ucapan Kang Soleh yang
kontroversial.
"Jadi?"
"Yah, keadilan itu tuntutan manusia.
Yang adil itu manusia. Keadilan itu
adalah persamaaan, keseimbangan dan
samarata yang dituntut manusia. Tapi
ingatlah bahwa keadilan yang diprotes
dan dituntut dimana-mana pasti
kehilangan cinta dan kasih sayang.
Keadilan senantiasa menuntut
persamaan dengan amarah."
"Jadi bagaimana donk hidup ini?"
"Ya nggak bagaimana, bagaimana...
Hidup dijalani saja. Kalau hidup nuruti
kehendak sampean itu, semua orang pasti
berperut gendut, semua orang jualan
kopi, semua gaji sama, semua pinter dan
semua bodoh. Semua sama rata kayak
komunis. Itu keadilan. Tetapi Allah itu
memang tidak adil, jadi ada yang bodoh,
ada yang pinter, ada yang cantik ada
yang jelek, ada yang nyentrik ada yang
lugu, ada pendusta ada yang jujur, ada
maling ada yang dimalingi..."
Si Tambun itu hanya diam saja
menunggu kata-kata Kang Soleh
selanjutnya.
"Jadi, itulah Kemahaadilan Allah. Allah
Maha Adil, tetapi tidak adil. Maha Adil
itu yang seperti itu, jadi jangan protes
orang kurus, kalau anda tambun. Karena
dibalik kekurusan kawan anda, disana
ada hikmah kasih sayang yang
tersembunyi. Dibalik kemlaratan orang
fakir, disana ada hikmah kedermawanan
orang kaya. Dibalik kebodohan umat,
ada perjuangan para Ulama. Dibalik
wajah cantik perempuan tersimpan ujian
bagi lelaki. Lalu ketidaksamaan itulah
muncul perjuangan cinta dan kasih
sayang antar sesama."
"Lhah, kalau saya berjuang, lalu yang
memetik hasil justru orang yang
dzalim?" kata si tambun itu.
"Salahnya sendiri anda merasa bisa
berjuang, bisa berikhtiar, bisa ini dan
bisa itu. Apa anda tidak tahu, kalau rizki
anda itu sudah digaris oleh Allah, jodoh
dan rumah masa depan anda sudah di
tulis oleh Allah, bahwa hari ini anda
belum kaya itu, bukan karena anda
nggak punya rizki, tetapi kekayaan anda
masih disimpan oleh Allah. Allah Maha
Tahu kapan, berapa, dimana dan
bagaimana rizki dan kekayaan anda itu
nanti diwujudkan. Anda minta
perjuangan anda hari ini, besok
membuahkan hasilnya, justru itulah
kesalahan besar anda."
"Kesalahannya dimana Kang?"
"Ya, tadi anda merasa bisa
mengandalkan jerih payah, kekuatan
dan amal anda, seakan-akan syurga
dan neraka itu tergantung pada amal
baik buruk anda. Padahal.....Sama sekali
tidak."
"Kalau begitu kenapa saya harus
beramal Kang, kalau saya besok harus
ditakdirkan masuk neraka, atau
sebaliknya kenapa saya harus
berikhtiar, kerja keras kalau garis saya
tetap miskin?"
"Kalau anda ditakdirkan masuk neraka,
pasti anda ingin jauh dari amal baik, dan
anda semakin menuruti hawa nafsu
anda. Jika anda ditakdirkan masuk
syurga, pasti anda beramal baik,
berusaha meraih ridhoNya. Kalau anda
bekerja keras, itu pertanda anda
ditakdirkan sukses. Jika sampai mati
anda belum sukses, maka anak cucu
andalah yang akan memetik
buahnya....Sebab belum tentu kesuksesan
yang anda petik hari ini bisa
menyelamatkan dunia dan akhirat
anda..."
"Saya harus bagaimana Kang?"
"Nggak usah bingung. Apakah ketika
anda bingung itu segala nasib anda lalu
berubah seketika?"
Si Tambun itu hanya diam belaka,
antara faham dan tidak. Tetapi dia
telah merasakan beberapa sentuhan
jiwa, minimal ia akan banyak
beristighfar karena teklah banyak
memprotes ketidakadilan Allah.

Original Post: http://sufinews.com/

No comments:

Post a Comment