Syeikh Ahmad ar-Rifa’y
“Ketika aku
di-Isro’kan ke langit, aku melihat
rahim sedang tergantung di Arasy, sang rahim mengadukan pada sesama rahim
kepada Tuhannya, bahwa ia telah terputus. Lalu aku bertanya, “Berapakah jarak pisah antara dirimu dengan dirinya?
Rahim menjawab, “Kami bertemu
dalam empat puluh jarak.”
Dalam hadits mulia ini ada disiplin mengenai kasih sayang
bagi hamba, yang bisa mengendalikan liarnya nafsunya, dan ketika bertemu, ia
benar-benar menjadi golongan yang saling berserasi.
Dari sebagian kaum arifin yang sampai padaku, ada
munajat-munajatnya:
“Ilahi,
dengan rahim (persaudaraan) kami saling bersambung, dan dengan hati kami
bersibuk denganMu.”
Anak-anak sekalian! Ketahuilah bahwa para pecinta dalam
menempuh jalan ubudiyah dan waktu-waktu munajat terbagai dalam berbagai level.
Ada yang munajat dengan bahasa pengakuan bersalah; ada pula yang bermunajat
dengan ungkapan bingung dan terdesak; ada pula yang munajat dengan bahasa
kebanggan. Seandainya kalangan yang lalai mengetahui, mereka sejenak nafas pun
tidak akan mengabaikan.
Begitu juga pecinta selalu bermunajat: “Wahai sebaik-baik kemesraan dan yang memberi
kebahagiaan. Wahai Yang sebaik-baik pendamping dan sahabat bicara. Bahagialah
orang yang merasa cukup dariMu bersamaMu. Oh Tuhan, aku datang kepadaMu, aku
datang kepadaMu wahai Kekasih hati. Aku datang kepadaMu wahai pelipur hati.
Labbaik. .Labbaik.. Wahai harapan hati. Aku datang oh Tuhanku, mendekatMu
bersamaMu hanya bersandar padaMu, hendaknya jangan Engkau palingkan diriku bersamaMu, dariMu, dan jangan Engkau hijab
diriku bersamaMu dariMu.”
Ilahi, bila Engkau memanggilku ke neraka, pasti aku penuhi
panggilanMu, bagaimana tidak, sedangkan Engkau sendiri telah memanggilku menuju
DiriMu?
Ilahi, bila Engkau dekatkan aku dariMu, lalu siapa lagi yang
bisa menjauhkan aku? Dan bila Engkau beri kemuliaan padaKu bersamaMu, maka
siapa lagi yang bisa memperendahkan diriku? Jika Engkau mengangkat derajatku
kepadaMu, maka siapa lagi yang bisa merendahkanku?
Ilahi, siapakah yang aku takuti, sedangkan Engkau adalah
Tuanku? Kepada siapa lagi aku berharap sedangkan Engkau adalah harapan? Kepada
siapa aku bersukacita sedangkan Engkau selalu di hadapanKu? Maka bersamaMu,
padaMu, hendaknyalah Engkau limpahkan kesempurnaan anugerahMu wahai Dzat Yang
Sendah-indahnya Tuan, dan Seindah-indahnya Penolong.
Ilahi, rahasiaku terbuka di hadapanMu, sedangkan diriku
hanya bisa mengadu kepadaMu, padahal kemahamurahanMu sudah dikenal, dan
kemaha-muliaanMu menjadi sifat.
Ilahi, Engkaulah pucak kegembiraan orang-orang yang mesra
kepadaMu dari para kekasihMu, dan tempat mengadunya para hampa yang Engkau
pilih, dan Tempat majlis bagi para pengadu dari kalangan wali-waliMu.
Ilahi, betapa indahnya ma’rifat
dalam qalbu para ‘arifin.
Betapa manisnya mengingatMu pada bibir-bibir orang-orang yang berdzikir, dan
betapa eloknya mencintaiMu dalam rahasia jiwa para pecinta.
Ilahi, Engkau tak pernah menggagalkan cita-cita luhur para
penghasratMu, dan bagiMu tidak tersembunyi kondisi ruhani para penempuhMu, dan
harapan orang-orang yang kembali kepadaMu tak pernah pupus di hadapanMu.
Ilahi, Engkaulah kebahagiaanku bila aku memandang dariMu
kepadaMu. Dan Engkaulah cukupKu bila diriku berupaya meraih bersamaMu, dariMu.
Sedangkan adalah kecintaanku bila aku turun dariMu bersamaMu.
Duh, Tuhan,
kasihanilah upayaku hanya menuju kepadaMu, kesendirianku bersamaMu,
ketaksukaanku dari selain DiriMu. Duhai Sang Pecinta dan Tambatan kebahagiaan,
wahai sebaik-baik pendamping dan tempat bicara. Jadilah buktiku darimu
menujuMu.
Ilahi, jadikanlah anugerah paling agung dalam hatiku, adalah
rasa malu padaMu. Jadikanlah ungkapan termanis pada ucapanku adalah memujaMu.
Jadikanlah saat-saat yang paling kucintai, adalah saat-saat bertemu denganMu.
Original Post : http://sufinews.com/
No comments:
Post a Comment